Aku
hanya seorang yang lugu, bersabar untuk terus menantimu. Entah sampai kapan
penantianku ‘kan bersambut.
Layaknya
kincir angin, munculnya namamu dalam layar biruku adalah angin yang mampu
membuatku kembali berfungsi sebagaimana mestinya aku dicipta. Meski kau hanya
berlalu tanpa sekali pun memandangku.
Berlebihan
jika aku mendambamu menyentuhku sama ketika dulu aku mengangkatmu ketika kau
terpuruk. Berlebihan jika aku memintamu segera kembali menjadi milikku.
Aku
tak lagi peduli dengan sesuatu yang dulu kau janjikan, yang bisa jadi aku
hanyalah satu dari sekian banyak janjimu. Peduliku hanya tentang bagaimana aku
harus menyisihkan waktuku, untuk menantimu. Menyingkirkan rasa lelahku, untuk
menantimu. Membuang pikiran burukku, untuk berpikiran baik tentangmu selama masa
penantianku.
Sudah
kukatakan aku hanyalah seorang yang lugu, yang tak lagi mengerti apa pun selain
menantimu. Entah sampai kapan kau kembali kepadaku.
Bukankah
setiap orang memiliki hak dan kewajiban atas hidupnya? Begitu pula denganku, aku
berhak untuk terus menantimu. Karena bagiku, wajibku adalah setia (menanti)mu. Sekali
pun aku tidak tahu berlakukah hak dan kewajiban yang sama terhadap hidupmu.
Selamat
siang, Kekasih... semoga kita segera kembali berjodoh agar tak kurasa kecewa
setelah penantianku yang entah kapan ‘kan berujung ini....