browse here

Selamat siang, Kekasih...

Aku hanya seorang yang lugu, bersabar untuk terus menantimu. Entah sampai kapan penantianku ‘kan bersambut.
Layaknya kincir angin, munculnya namamu dalam layar biruku adalah angin yang mampu membuatku kembali berfungsi sebagaimana mestinya aku dicipta. Meski kau hanya berlalu tanpa sekali pun memandangku.
Berlebihan jika aku mendambamu menyentuhku sama ketika dulu aku mengangkatmu ketika kau terpuruk. Berlebihan jika aku memintamu segera kembali menjadi milikku.
Aku tak lagi peduli dengan sesuatu yang dulu kau janjikan, yang bisa jadi aku hanyalah satu dari sekian banyak janjimu. Peduliku hanya tentang bagaimana aku harus menyisihkan waktuku, untuk menantimu. Menyingkirkan rasa lelahku, untuk menantimu. Membuang pikiran burukku, untuk berpikiran baik tentangmu selama masa penantianku.
Sudah kukatakan aku hanyalah seorang yang lugu, yang tak lagi mengerti apa pun selain menantimu. Entah sampai kapan kau kembali kepadaku.
Bukankah setiap orang memiliki hak dan kewajiban atas hidupnya? Begitu pula denganku, aku berhak untuk terus menantimu. Karena bagiku, wajibku adalah setia (menanti)mu. Sekali pun aku tidak tahu berlakukah hak dan kewajiban yang sama terhadap hidupmu.

Selamat siang, Kekasih... semoga kita segera kembali berjodoh agar tak kurasa kecewa setelah penantianku yang entah kapan ‘kan berujung ini....